Daftar isi
Obesitas adalah suatu kondisi medis yang terjadi ketika seseorang memiliki berat badan yang sangat berlebihan atau kelebihan lemak tubuh yang cukup signifikan sehingga dapat mempengaruhi kesehatan dan meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit serius.
Obesitas dapat diketahui dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) seseorang, yaitu rasio antara berat badan dengan tinggi badan.
Jika IMT seseorang melebihi 30, maka ia dianggap mengalami obesitas.
Obesitas dapat menjadi faktor risiko penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, stroke, penyakit liver, sleep apnea, dan beberapa jenis kanker.
Selain itu, obesitas juga dapat mempengaruhi kesehatan mental dan meningkatkan risiko depresi.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), secara global, jumlah orang dewasa yang mengalami obesitas telah meningkat secara signifikan selama beberapa dekade terakhir.
Pada tahun 2016, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia diperkirakan mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 650 juta orang dewasa di antaranya mengalami obesitas.
Di Indonesia, data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada orang dewasa (usia ≥ 18 tahun) mencapai sekitar 21,8%, yang berarti lebih dari 1 dari 5 orang dewasa di Indonesia mengalami obesitas.
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013, yang menunjukkan prevalensi obesitas sekitar 17,1%. Di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Jakarta, prevalensi obesitas bahkan mencapai lebih dari 30%.
Angka-angka ini menunjukkan pentingnya kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan dan berusaha untuk mencegah obesitas.
Pencegahan obesitas meliputi pola makan yang sehat dan seimbang, rutin melakukan aktivitas fisik, dan mengelola stres dan faktor risiko lainnya.
Faktor Penyebab Obesitas
Obesitas adalah masalah kesehatan global yang semakin meningkat, dan dapat memicu risiko penyakit serius. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan obesitas, diantaranya:
1. Faktor Genetik
Faktor genetik dapat menjadi salah satu faktor penyebab obesitas. Penelitian telah menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara faktor genetik dengan kelebihan berat badan dan obesitas.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada gen tertentu yang dapat memengaruhi bagaimana tubuh memproses dan menyimpan lemak, sehingga mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami obesitas.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa faktor genetik dapat memengaruhi respons tubuh terhadap makanan dan aktivitas fisik, serta mengatur hormon-hormon yang mempengaruhi nafsu makan dan metabolisme.
Namun, meskipun faktor genetik dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami obesitas, tidak semua orang yang memiliki riwayat keluarga obesitas akan mengalami obesitas.
Faktor gaya hidup seperti kebiasaan makan yang sehat dan berolahraga secara teratur tetap menjadi faktor penting dalam mencegah dan mengelola obesitas.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab obesitas. Lingkungan tempat tinggal dan bekerja seseorang dapat memengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami obesitas.
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu obesitas meliputi aksesibilitas dan ketersediaan makanan yang tidak sehat, seperti makanan cepat saji, makanan ringan, dan minuman manis.
Selain itu, lingkungan yang kurang mendukung untuk aktivitas fisik, seperti tidak adanya fasilitas olahraga yang memadai atau jalan yang aman untuk berjalan kaki, juga dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengalami obesitas.
Faktor lingkungan lain yang dapat memicu obesitas meliputi stres, kurang tidur, dan pengaruh media sosial.
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk makan berlebihan atau memilih makanan yang tidak sehat.
Kurang tidur juga dapat memengaruhi hormon yang mempengaruhi nafsu makan dan metabolisme tubuh.
Pengaruh media sosial yang memperlihatkan gambar tubuh yang ideal juga dapat memicu kecemasan dan tekanan untuk memiliki tubuh yang serupa, sehingga mengakibatkan kecenderungan untuk mencoba diet yang tidak sehat atau berolahraga secara berlebihan.
Dalam mengelola obesitas, penting untuk memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang memicu kecenderungan obesitas dan berusaha untuk membuat perubahan positif dalam lingkungan sekitar agar mendukung gaya hidup yang sehat.
3. Faktor Gaya Hidup
Gaya hidup yang tidak sehat dapat menjadi salah satu faktor penyebab obesitas.
Kebiasaan makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami obesitas.
Kebiasaan makan yang tidak sehat seperti mengonsumsi makanan yang tinggi lemak, gula, atau garam, dan minuman manis dapat menyebabkan kelebihan kalori dan menyebabkan penumpukan lemak dalam tubuh.
Kurangnya konsumsi makanan yang kaya serat dan nutrisi juga dapat mempengaruhi kecenderungan obesitas.
Kurangnya aktivitas fisik juga dapat mempengaruhi kecenderungan obesitas.
Ketika tubuh tidak digunakan untuk melakukan aktivitas fisik yang memerlukan energi, maka tubuh akan menyimpan lebih banyak lemak yang pada akhirnya dapat memicu obesitas.
Terakhir, kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan obesitas karena nikotin dapat memengaruhi metabolisme tubuh dan mengurangi nafsu makan.
Oleh karena itu, penting untuk mengadopsi gaya hidup yang sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang, berolahraga secara teratur, dan menghindari kebiasaan merokok.
Kombinasi antara diet sehat dan aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menjaga berat badan ideal dan mencegah obesitas.
Klasifikasi Obesitas
Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan dan distribusi lemak tubuh.
Klasifikasi obesitas ini dapat membantu dokter untuk menentukan risiko kesehatan pasien dan membantu dalam menentukan rencana pengobatan yang tepat.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh (IMT) adalah salah satu bentuk klasifikasi obesitas yang paling umum digunakan. IMT diperoleh dengan membagi berat badan seseorang dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter.
Hasil pengukuran IMT ini kemudian dapat menunjukkan apakah seseorang memiliki berat badan normal, kelebihan berat badan, atau mengalami obesitas.
Menurut klasifikasi IMT yang diterima secara internasional, seseorang dengan IMT di bawah 18,5 dianggap kurus, antara 18,5 hingga 24,9 dianggap normal, antara 25 hingga 29,9 dianggap memiliki kelebihan berat badan, dan 30 ke atas dianggap mengalami obesitas.
Meskipun IMT dapat memberikan gambaran umum tentang berat badan seseorang, namun IMT tidak dapat membedakan antara lemak dan otot dalam tubuh.
Selain itu, IMT tidak dapat memberikan informasi tentang distribusi lemak tubuh yang dapat memengaruhi risiko terjadinya penyakit.
Oleh karena itu, dokter mungkin perlu mempertimbangkan faktor lain seperti lingkar pinggang atau persentase lemak tubuh saat mengevaluasi risiko kesehatan seseorang.
Persentase Lemak Tubuh
Persentase lemak tubuh adalah salah satu bentuk klasifikasi obesitas yang lebih tepat dalam menentukan komposisi tubuh seseorang.
Persentase lemak tubuh mengukur jumlah lemak tubuh seseorang dalam persentase dari berat total tubuh.
Dalam klasifikasi obesitas, persentase lemak tubuh lebih akurat dibandingkan IMT karena dapat membedakan antara lemak dan massa otot dalam tubuh.
Meskipun beberapa orang mungkin memiliki IMT normal, namun mereka masih dapat memiliki persentase lemak tubuh yang tinggi dan oleh karena itu tetap dianggap mengalami obesitas.
Menurut klasifikasi persentase lemak tubuh yang umum digunakan, pria dengan persentase lemak tubuh di atas 25% dan wanita dengan persentase lemak tubuh di atas 30% dianggap mengalami obesitas.
Namun, angka ini dapat bervariasi tergantung pada faktor seperti usia, jenis kelamin, dan tingkat aktivitas fisik.
Dalam prakteknya, pengukuran persentase lemak tubuh lebih sulit dilakukan dan lebih mahal dibandingkan dengan pengukuran IMT.
Namun, pengukuran persentase lemak tubuh dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kesehatan dan komposisi tubuh seseorang.
Distribusi Lemak Tubuh
Distribusi lemak tubuh adalah salah satu bentuk klasifikasi obesitas yang memperhatikan bagaimana lemak tubuh didistribusikan di dalam tubuh seseorang.
Klasifikasi ini penting karena terdapat perbedaan risiko kesehatan antara orang yang memiliki lemak terkonsentrasi di sekitar pinggang dan perut dengan mereka yang memiliki lemak terkonsentrasi di area lain.
Orang yang memiliki lemak terkonsentrasi di sekitar pinggang dan perut (android obesity) cenderung mengalami risiko kesehatan yang lebih tinggi, seperti diabetes, penyakit jantung, dan penyakit hati, daripada orang yang memiliki lemak terkonsentrasi di bagian bawah tubuh (gynoid obesity).
Dalam klasifikasi obesitas berdasarkan distribusi lemak tubuh, lingkar pinggang menjadi salah satu indikator penting.
Pada umumnya, lingkar pinggang yang lebih besar dari 102 cm pada pria dan lebih besar dari 88 cm pada wanita dianggap sebagai tanda android obesity dan dapat meningkatkan risiko kesehatan.
Selain itu, perbandingan lingkar pinggang dan lingkar pinggul (waist-to-hip ratio) juga digunakan dalam klasifikasi obesitas berdasarkan distribusi lemak tubuh.
Pada umumnya, ratio yang lebih besar dari 0,9 pada pria dan lebih besar dari 0,85 pada wanita dianggap sebagai tanda android obesity dan dapat meningkatkan risiko kesehatan.
Klasifikasi obesitas berdasarkan distribusi lemak tubuh penting untuk mengetahui risiko kesehatan seseorang dan membantu dalam menentukan rencana pengobatan yang tepat.
Jenis-jenis Obesitas
Obesitas dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan tingkat keparahan, sehingga diperlukan klasifikasi yang lebih spesifik untuk membantu menentukan risiko kesehatan dan menentukan strategi pengobatan yang tepat.
1. Obesitas tipe android
Obesitas tipe android, juga dikenal sebagai obesitas sentral atau obesitas di sekitar pinggang, adalah jenis obesitas yang ditandai dengan penumpukan lemak tubuh yang lebih banyak terjadi di sekitar pinggang dan perut.
Orang yang mengalami obesitas tipe android biasanya memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan apel, dengan lingkar pinggang yang lebih besar dari lingkar pinggul.
Orang yang mengalami obesitas tipe android cenderung memiliki risiko kesehatan yang lebih tinggi daripada mereka yang mengalami obesitas tipe gynoid, yaitu penumpukan lemak di area pinggul, paha, dan pantat.
Hal ini disebabkan karena lemak yang terkonsentrasi di sekitar pinggang dan perut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, diabetes tipe 2, hipertensi, dan beberapa jenis kanker.
Obesitas tipe android dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik, pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penting bagi seseorang yang mengalami obesitas tipe android untuk memperbaiki gaya hidup mereka, seperti dengan menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan mengelola stres, sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi kesehatan yang serius.
2. Obesitas tipe gynoid
Obesitas tipe gynoid, juga dikenal sebagai obesitas perifer atau obesitas di sekitar pinggul dan paha, adalah jenis obesitas yang ditandai dengan penumpukan lemak tubuh yang lebih banyak terjadi di area pinggul, paha, dan pantat.
Orang yang mengalami obesitas tipe gynoid biasanya memiliki bentuk tubuh yang mirip dengan pir, dengan lingkar pinggul yang lebih besar daripada lingkar pinggang.
Meskipun orang yang mengalami obesitas tipe gynoid juga dapat mengalami risiko kesehatan, namun risiko kesehatannya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan orang yang mengalami obesitas tipe android.
Hal ini karena lemak yang terkonsentrasi di area pinggul, paha, dan pantat cenderung kurang berbahaya bagi kesehatan daripada lemak yang terkonsentrasi di sekitar pinggang dan perut.
Obesitas tipe gynoid dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik, perubahan hormonal, dan faktor lingkungan seperti pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.
Meskipun risiko kesehatannya lebih rendah daripada obesitas tipe android, namun tetap penting bagi seseorang yang mengalami obesitas tipe gynoid untuk memperbaiki gaya hidup mereka dengan menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan mengelola faktor risiko lainnya untuk menurunkan risiko terjadinya komplikasi kesehatan.
3. Obesitas tipe mixed
Obesitas tipe mixed, juga dikenal sebagai obesitas difus, adalah jenis obesitas yang ditandai dengan penumpukan lemak tubuh yang terjadi di seluruh tubuh, termasuk di sekitar pinggang dan pinggul.
Orang yang mengalami obesitas tipe mixed biasanya memiliki bentuk tubuh yang bulat dan besar, dengan ukuran lingkar pinggang dan lingkar pinggul yang sama atau hampir sama.
Obesitas tipe mixed dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami berbagai masalah kesehatan yang serius, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, hipertensi, dan stroke.
Penyebab obesitas tipe mixed dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik, pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan faktor lingkungan.
Untuk mengatasi obesitas tipe mixed, seseorang perlu melakukan perubahan gaya hidup yang sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang, berolahraga secara teratur, dan mengelola faktor risiko lainnya seperti stres dan kurang tidur.
Selain itu, pengobatan medis atau intervensi lainnya juga dapat diperlukan untuk membantu menurunkan berat badan dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi kesehatan yang serius.
4. Obesitas visceral
Obesitas visceral adalah jenis obesitas di mana lemak terkonsentrasi di sekitar organ dalam tubuh, seperti hati, pankreas, dan usus.
Penumpukan lemak di area ini dapat menyebabkan peradangan dan dapat mempengaruhi fungsi organ-organ tersebut.
Obesitas visceral dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami berbagai masalah kesehatan yang serius, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan kanker.
Penyebab obesitas visceral dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk faktor genetik, pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan faktor lingkungan.
Obesitas visceral sering terjadi pada orang yang mengalami obesitas tipe android, yaitu penumpukan lemak di sekitar pinggang dan perut.
Untuk mengatasi obesitas visceral, seseorang perlu melakukan perubahan gaya hidup yang sehat, seperti mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang, berolahraga secara teratur, dan mengelola faktor risiko lainnya seperti stres dan kurang tidur.
Pengobatan medis atau intervensi lainnya juga dapat diperlukan untuk membantu menurunkan berat badan dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi kesehatan yang serius.
Dampak Obesitas Pada Kesehatan
Obesitas dapat mempengaruhi kesehatan secara serius dan meningkatkan risiko seseorang mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk:
- Penyakit jantung dan pembuluh darah. Obesitas dapat menyebabkan penumpukan lemak di dalam arteri, sehingga menyebabkan penyakit jantung dan stroke.
- Diabetes tipe 2. Obesitas dapat menyebabkan resistensi insulin, sehingga meningkatkan risiko seseorang mengalami diabetes tipe 2.
- Kanker. Obesitas dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami berbagai jenis kanker, termasuk kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker prostat.
- Masalah pernapasan. Obesitas dapat menyebabkan masalah pernapasan, seperti sleep apnea dan asma.
- Penyakit hati. Obesitas dapat menyebabkan penumpukan lemak di hati dan meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit hati, seperti sirosis dan kanker hati.
- Masalah muskuloskeletal. Obesitas dapat mempengaruhi sistem muskuloskeletal, termasuk menyebabkan masalah pada sendi dan tulang.
- Depresi dan masalah mental. Obesitas dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang dan meningkatkan risiko seseorang mengalami depresi dan masalah kesehatan mental lainnya.
Pengobatan dan Pencegahan Obesitas
Pencegahan dan pengobatan obesitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk:
- Mengubah pola makan. Mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang dengan memperbanyak konsumsi buah, sayuran, biji-bijian, dan protein nabati, serta mengurangi konsumsi makanan olahan, makanan tinggi lemak, dan makanan cepat saji.
- Meningkatkan aktivitas fisik. Berolahraga secara teratur dengan melakukan kegiatan fisik yang dapat membantu membakar kalori, seperti berjalan kaki, jogging, berenang, atau melakukan kegiatan fisik yang disukai.
- Mengelola stres. Stres dapat mempengaruhi pola makan dan kebiasaan hidup, sehingga perlu mengelola stres dengan cara yang tepat, seperti dengan bermeditasi, berbicara dengan orang terdekat, atau melakukan kegiatan relaksasi lainnya.
- Menggunakan obat-obatan. Obat-obatan tertentu dapat membantu menurunkan berat badan, namun perlu resep dokter dan pengawasan ketat.
- Melakukan operasi. Operasi penurunan berat badan dapat menjadi pilihan terakhir bagi orang yang mengalami obesitas berat dan telah mencoba cara-cara pengobatan lainnya namun tidak berhasil.
Kesimpulan
Menjaga berat badan ideal sangat penting bagi kesehatan karena obesitas dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan meningkatkan risiko terjadinya berbagai masalah kesehatan.
Dengan menjaga berat badan ideal, seseorang dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung, diabetes, kanker, dan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga berat badan ideal adalah dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan seimbang, berolahraga secara teratur, mengelola stres, dan menjaga pola tidur yang teratur.
Dukungan sosial dapat membantu seseorang dalam penanganan obesitas dengan memberikan motivasi, dukungan, dan inspirasi dalam mencapai tujuan penurunan berat badan.
Dukungan sosial dapat datang dari keluarga, teman, dan komunitas dukungan yang memiliki tujuan dan masalah yang sama.
Dukungan sosial dapat membantu seseorang untuk tetap konsisten dalam menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan mengelola stres.
Selain itu, dukungan sosial juga dapat membantu seseorang mengatasi rasa malu atau rasa minder yang seringkali dialami oleh orang yang mengalami obesitas.